MOMENTUM HAN: HAK ANAK DIARUSUTAMAKAN

Penulis : Dr. Fahrodin, M. H. I.

“perlindungan anak meniscayakan pengarusutamaan hak anak dengan strategi perlindungan anak yang mempertimbangkan hak anak dalam berbagai kebijakan dan implementasinya dengan menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.”

Hari Anak Nasional (HAN) pada hari Selasa, 23 Juli 2024, menjadi momentum yang membahagiakan dengan perayaan yang mencatatkan rekor MURI untuk jumlah penari terbanyak dalam perayaan HAN. Acara ini diselenggarakan di Istora Papua Bangkit, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Momentum kebahagiaan dan keceriaan dirasakan oleh para peserta, tamu undangan, serta Presiden Ir. H. Joko Widodo beserta istri serta pejabat lainnya. Momentum ini menegaskan komitmen Indonesia dalam memberikan ruang bagi anak untuk berkembang, berpartisipasi, dan mendapatkan perlindungan dalam kehidupannya. Anak merupakan aset masa depan bangsa Indonesia yang akan meneruskan perjuangan dan memperkuat eksistensinya menuju Indonesia Emas. Peran serta anak dalam menjamin kesejahteraan sosial dan menjaga perdamaian dunia sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sejarah perlindungan anak di Indonesia mulai jelas sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Meskipun kepedulian terhadap anak sudah tersirat dalam UUD 1945 sebelum amandemen, terutama untuk anak-anak terlantar, undang-undang ini memberikan jaminan hak anak untuk kesejahteraan, perawatan, asuhan, bimbingan, layanan, pemeliharaan, dan perlindungan. Sepuluh tahun kemudian, Konvensi Hak Anak (United Nations Convention on the Rights of the Child) disahkan oleh PBB pada tahun 1989 sebagai perjanjian hak asasi manusia. Indonesia meratifikasi konvensi ini melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child. Dua belas tahun kemudian, Indonesia mengadaptasi konvensi ini menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Perubahan mendesak terhadap undang-undang perlindungan anak muncul melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak juga menjadi kerangka acuan untuk melindungi anak dari tindak pidana, termasuk kekerasan seksual, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual. Dengan adanya jaminan kesejahteraan dan perlindungan tersebut, anak seharusnya mendapatkan kehidupan yang layak. Kompleksitas dalam kehidupan anak, terutama di daerah konflik atau peperangan, membuat mereka rentan terhadap pelanggaran hak. Oleh karena itu, pengarusutamaan hak anak harus menjadi tujuan utama dalam memberikan kesejahteraan dan perlindungan.

Peringatan HAN tahun ini sangat membanggakan, tetapi masih ada masalah sosial yang dihadapi anak yang memerlukan perhatian, seperti stunting yang masih tinggi di berbagai provinsi, melebihi angka nasional sebesar 6,1% atau 21 provinsi dari 38 provinsi di tahun 2024.1 Selain itu, terdapat masalah lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif akibat konflik orang tua yang mengakibatkan anak tidak dapat bertemu dengan orang tua dan tidak mendapatkan nafkah, dengan prosentase sebesar 58,7% pada tahun 2023.2 Determinasi perkawinan anak atas perempuan yang masih tinggi di banyak provinsi, melebihi angka nasional sebesar 6,92% sejumlah 20 provinsi dari 38 provinsi pada tahun 2023.3 Kekerasan terhadap anak di Indonesia juga masih terjadi secara masif, dengan jumlah kasus mencapai 16.854 pada tahun 20234, serta kasus perlindungan anak yang belum terungkap seperti korban digital melalui grooming, judi online, dan sebagainya. Mengingat kompleksitas masalah ini, perlindungan anak memerlukan perhatian serius karena anak merupakan aset masa depan bangsa. Pola dan metode perlindungan anak perlu dipahami dan disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Proses pemenuhan hak anak yang tepat dan sesuai kebutuhan menjadi tanggung jawab orang tua dan negara dalam memberikan kesejahteraan dan perlindungan secara maksimal.

Pemenuhan hak anak dan perlindungannya merupakan titik awal untuk memberikan kepentingan terbaik bagi anak. Anak, yang masih dalam tahap perkembangan, mengikuti kehendak pengasuhnya karena keterbatasan pengetahuan mereka. Oleh karenanya perlindungan anak meniscayakan pengarusutamaan hak anak dengan strategi perlindungan anak yang mempertimbangkan hak anak dalam berbagai kebijakan dan implementasinya dengan menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Sehingga kepedulian terhadap hak anak dapat meningkat dan pemenuhannya sebagai sesama warga negara dapat terjamin dan terpenuhi sesuai dengan kebutuhan.5

Strategi yang memungkinkan dalam pengarusutamaan hak anak adalah dengan menjadikan perlindungan anak sebagai agenda dalam setiap perumusan kebijakan. Sehingga kebijakan yang dihasilkan berpedoman pada prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Prinsip-prinsip hak anak mencakup empat hal: hak atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, dan penghargaan terhadap pendapat anak.6 Problematika anak muncul karena pemenuhan hak anak yang belum maksimal, seperti stunting akibat kekurangan gizi dan kurangnya pemenuhan kebutuhan lainnya. Pemberian gizi yang baik masih jauh dari ideal, yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang, kreativitas dan partisipasi anak. Program makan gratis yang direncanakan pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi, meskipun masih muncul asumsi dalam penganggarannya. Tantangan lain dalam implementasi program ini adalah bagaimana memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tujuan dari program makan gratis adalah untuk memastikan bahwa kebutuhan gizi anak dapat tercukupi dengan baik, dan bukan dianggap sebagai program pembagian makanan.

Anak memiliki masa depan yang harus direncanakan dengan baik, dengan penerapan nilai-nilai etik dan agama sebagai fondasi perlindungan. Indonesia, sebagai masyarakat religius, diharapkan dapat memberikan perlindungan anak yang lebih baik dan komprehensif. Islam sendiri memberikan rumusan perlindungan hak anak dalam maqashid al-syariah (tujuan-tujuan hukum Islam), salah satunya adalah hifdz al-nasl, yaitu memelihara keturunan dengan menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Islam melarang penelantaran dan pembunuhan anak karena kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Anak dianggap sebagai generasi penerus yang akan memberikan kebaikan dan harapan masa depan bangsa. Dengan memprioritaskan pengarusutamaan hak anak, diharapkan kompleksitas permasalahan anak dapat diatasi secara kontinu dan kontekstual. Indonesia saat ini menjadi harapan masa depan anak bangsa, dan apapun yang dilakukan saat ini akan menjadi pijakan dan kenangan dalam kehidupan mereka di masa depan. Menjelang perayaan HUT RI yang ke-79, sebagai momen untuk mengenang jasa para pahlawan kemerdekaan, penting untuk terus menyejahterakan sosial dan menciptakan perdamaian dunia demi kepentingan terbaik bagi anak bangsa.

Sumber data dan informasi :

  1. https://aksi.bangda.kemendagri.go.id/emonev/DashPrev ↩︎
  2. https://bankdata.kpai.go.id ↩︎
  3. https://www.bps.go.id ↩︎
  4. https://dataindonesia.id ↩︎
  5. Budi Rahardjo, dkk. Pengertian dan Konsep Pengarustamaan Hak Anak (PUHA), Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan, tt, h. 3-4 ↩︎
  6. Convention on The Rights of The Child. Adopted and opened of signature, ratification and accession by General Assembly resolution 44/25 on 20 November 1989 ↩︎
Details

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *